Jumat, 16 Maret 2012

Classical Conditioning

Berhubung Classical Conditioning adalah salah satu topik di mata kuliah psikologi umum II, dan saya juga hobi cerita disini, jadilah dengan brutal saya mencoba untuk menuangkan apa yang ada dipikiran saya tentang Classical Conditioning. Selamat membaca dan semoga bermanfaat :D

Apa itu Classical Conditioning? Classical Conditioning merupakan bentuk pembelajaran dimana sebelumnya rangsangan netral dipasangkan dengan unconditioned stimulus (UCS) untuk menghasilkan conditioned  response (CR) yang identik dengan unconditioned response (UCR).” Bingung? Saya juga. Ahahaha..

Memang benar, awalnya saya sempat bingung dengan definisi ini, lumayan ribet soalnya. Tetapi setelah dipahami lebih lanjut, ini tidaklah sesulit yang dibayangkan. Salah satu pelopor teori ini adalah Ivan Pavlov yang menggunakan anjing sebagai objek penelitiannya:



Sudah mulai dapet gambaran? Pasti sudah ^.^
Nah, untuk lebih memperjelas lagi, saya akan menghadirkan contoh lagi yang saya alami sendiri tentang Classical Conditioning. Cekidot!

Salah satu peristiwa yang pernah saya alami terkait dengan Classical Conditioning terjadi ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Pada masa itu yang saya rasakan sepulang sekolah adalah rasa senang/bahagia. Dan bisa saya pastikan itu bukan rasa bahagia karena kegiatan sekolah pada hari itu telah selesai, tetapi rasa bahagia yang lain. Mengapa saya bisa seperti itu?
Berikut adalah peristiwa Classical Conditioning dengan komponen sebagai berikut:
Unconditionined Stimulus (UCS)   = Dijemput orang tua
Unconditionied Respons (UCR      = Rasa Bahagia
Conditionied Stimulus (CS)             = Pulang Sekolah
Conditionied Respons (CR)            = Rasa Bahagia

(UCS) Dijemput orang tua à (UCR) Rasa Bahagia
(UCS) Dijemput orang tua + (CS) Pulang Sekolah à (UCR) Rasa Bahagia
(CS) Pulang Sekolah à (CR) Rasa Bahagia

Dengan kata lain, tiap kali pulang sekolah saya selalu merasa bahagia karena orang tua saya (ayah, atau ibu atau keduanya) akan menjemput saya pulang dari sekolah. Karena itu juga merupakan salah satu bentuk perhatian dan kasih saya orang tua terhadap anaknya. Rasa bahagia yang saya miliki saat itu juga dilandasi karena adanya rasa aman jika dijemput langsung oleh orang tua.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, orangtua mencoba menumbuhkan rasa kemandirian di dalam diri saya, serta kemampuan untuk menjaga diri saya sendiri. Sehingga mereka mulai mengurangi frekuensi menjemput saya sepulang sekolah. Dan ketika stimulus ini perlahan menghilang, itu juga berdampak kepada hilangnya rasa bahagia (CR) dalam diri saya sepulang sekolah.

1 komentar: